Istri Bekerja Karena Kebutuhan Kurang, Suami Berdosa?
Berdosakah suami jika istri bekerja? fakta di lapangan tak sedikit istri yang di samping menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga, juga ikut berkontribusi menjadi asisten suami sebagai pencari nafkah. Foto cover: ilustrasi, sumber)
Di luar tugasnya mengurus rumah, yaitu dengan mencari pendapatan tambahan untuk mencukupi kebutuhan suami dan anak-anaknya.
Misalnya; membuka warung nasi, pedagang kelontong, menerima pesanan kue, jualan online, dan sebagainya.
Dalam Islam, hukum istri yang bekerja tidaklah wajib, jika itu dilakukan istri pun juga tidaklah dilarang, dalam artian diperbolehkan asalkan memenuhi adab-adab yang Islami.
Namun, kerap kali ketika istri ikut berperan mencari nafkah, dan apalagi jika usaha yang dilakukan istri terlihat lancar dan menghasilkan, suami justru menjadi lengah, leha-leha, berpangku tangan, lupa pada kewajiban utama sebagai kepala rumah tangga yakni menafkahi keluarga.
Melingkupi; mencukupi kebutuhan dapur, membiayai sekolah anak, dan keperluan remeh-temeh lainnya.
Suami menganggap istri telah memiliki pendapatan sendiri, sehingga merasa tidaklah perlu lagi memberikan uang untuk membeli keperluan rumah tangga, biaya pangan, urusan sekolah anak, membayar tagihan listrik, dan lain sebagainya.
Selanjutnya, lebih menyerahkan tanggung jawabnya kepada istri, meskipun tidak disampaikannya secara verbal.
Terkadang suami bersikap abai dengan sengaja membiarkan istri mencukupi segalanya, sampai-sampai suami tak sedikitpun memberi hasil kerjanya pada istri dengan pertimbangan bahwa istri sudah mencukupinya.
Sedangkan suami lebih mempergunakan pendapatan (uang) yang menjadi hak keluarga, untuk kepentingan pribadinya atau kalau tidak, akan mengatur sesuai keinginannya.
Jika istri memiliki pendapatan sendiri dengan usaha yang dilakukannya, bukan berarti suami dibolehkan meninggalkan kewajiban yang sudah seharusnya ditunaikan.
Kecuali, jika memang ada sebab musabab yang menjadi alasan suami tidak mampu mencari nafkah sebagaimana yang seharusnya dikerjakan, contohnya suami sakit.
Tak jarang ada beberapa istri yang mengeluh dan merasa keberatan dengan langkah atau tindakan suami yang demikian.
Tatkala ia (istri) berniat mencari uang tambahan untuk membantu meringankan beban kewajiban suami, justru suami bukan semakin gigih dalam bekerja, agar tercipta berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.
Namun, lebih ke pengharapan, toh istri sudah memenuhi semua kebutuhan keluarga, jadi gak perlu disodori uang lagi. Alhasil, istri menanggung semua urusan makan, pakaian, iuran, dan sebagainya.
Dalam Islam uang yang didapatkan istri dari hasil keringatnya sendiri merupakan hak miliknya pribadi.
Suami tak memiliki hak untuk ikut menikmati atau menggunakannya, kecuali atas izin dan keridhoan/keikhlasan istri.